Aman Iwan, Pengolah Pakan Kuda dari Bener Meriah

“Alhamdulillah, untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari dapat terbantu dari hasil penjualan pakan kuda yang kami olah ini,” ungkapnya.
Bener Meriah – Masyarakat dataran tinggi Gayo masih cukup menjunjung tinggi adat dan budayanya. Salah satunya, kegiatan pacuan kuda tradisional yang hingga kini masih terus dilestarikan.
Tiga wilayah serumpun dataran tinggi Gayo yaitu Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Bener Meriah, sampai saat ini masih terus menyelenggarakan tradisi pacuan kuda setiap tahunnya.
Masyarakat Gayo sudah sejak lama gemar memelihara kuda, awalnya masyarakat menggunakan kuda untuk membajak sawah. Namun, seiring berjalannya waktu, hewan tersebut menjadi hiburan rakyat di lapangan pacu yang setiap tahun digelar secara bergiliran.
Seperti halnya di Aceh Tengah, pacuan kuda dilaksanakan dua kali dalam setahun yaitu saat memperingati hari jadi (HUT) Kota Takengon dan saat 17 Agustus. Begitu juga halnya di Bener Meriah dan Gayo lues.
Sebagai hewan pacuan, tentu pemilik kuda tidak memberikan sembarang makanan atau poding kudanya untuk mempertahankan kebugaran serta kesehatan hewan tersebut.
Tidak hanya rumput pilihan, pemilik kuda juga membeli makanan olahan yang di berinama sagu. Seperti yang disajikan oleh Aman Iwan warga kampung Jongok, Kecamatan Bukit, Bener Meriah.
Aman Iwan sudah lama mengolah dan menjual sagu untuk makanan kuda. Sagu tersebut dibuat dari batang Rumbia, dicampur dengan dedak padi (hasil sampingan pabrik penggilingan padi ), jagung dan padi.
“Batang rumbia itu kita olah sampai halus, kemudian dicampur dengan dedak, jagung, dan padi kemudian dijemur,” katanya pada HabaAceh.id, Minggu (19/3).
Aman Iwan mengaku, pakan kuda yang diolahnya tersebut dijual per goni ukuran 7 kaleng seharga Rp 120 ribu.
“Alhamdulillah, untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari dapat terbantu dari hasil penjualan pakan kuda yang kami olah ini,” ungkapnya.
Komentar